Senin, 26 Januari 2009

MEMILIH MALING DIANTARA PARA BANDIT

Demokrasi para bandit! SEBUAH OTOKRITIK!

Tahun 2009 adalah tahun dimana "para bandit" bersolek, untuk tampil cantik dan molegh. Ia betul, denganitu maka kita diharapkan untuk memilih. Karena apa? karena kenikmatan di dewan adalah idaman para bandit. Kenikmatan anggaran dan fasilitas yang mengalir kedalam kantung pribadi adalah tujuan.

Maka kenikmatan itu, acap pula dibagi dengan mengajak kerabat lainnya masuk menjadi bagian di sebuah instansi tertentu. Hal ini juga terindikasi terjadi di Sekretariat MPR-RI, dan banyak instansi lainnya di berbagai ranah negeri ini. Sehingga lalu beramai-ramai memanfaatkan anggaran rakyat, uang rakyat itu, menjadi-jadi.

Sedangkan DPR sendiri, anggarannya alai him. Toh mereka membuat anggaran untuk diri sendiri, yang dikolegialkan bersama pemerintah. Jika DPR demikian, nggak usah lagi bertanya soal DPD.

Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) yang oleh banyak pengamat sering disebut sebagai macan ompong dalam sistem demokrasi itu - - yang gaji dan fasilitasnya sama dengan anggota DPR - - seharusnya memperhatikan dan mengusulkan Rancangan Undang-Undang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah, termasuk pengawasan penggunaan anggaran di daerah, seakan bagaikan angin lewat saja kini. Apa sih kerja dan prestasinya seorang Dr. Laode Ida yang Wakil Ketua DPD RI yang signifikan membawa perubahan terhadap rakyat? .

Untuk apa dana triliunan rupiah digunakan DPD dalam satu periode mereka duduk di Senayan? Berapa porsi presentase untuk kesejahteraan, gaji mereka dibanding output mereka dalam memperjuangkan kepentingan rakyat? Apa perhatian mereka terhadap Gizi buruk di banyak daerah, NTT, misalnya?

Nah, lalu, untuk apa lembaga itu dibuat rakyat? Akan semakin banyak pertanyaan meluncur dari mulut saya yang layak diajukan.

Demikianlah, bila hari kemarin, hari ini, dan hari-hari ke depan, pemerintah, perlemen, termasuk MPR,DPR, DPD dan segenap jajaran lembaga tinggi negara, berikut jaringan Pemda se-Indonesia, menempatkan anggaran yang berasal dari uang rakyat itu, laksana milik kadut mereka sendiri, memang menjadi warga biasa di negeri tercinta ini memupuskan harap untuk menjadi rakyat yang seharusnya menjadi rakyat karena diurus Negara.

negara ini sudah gila sehingga bila jumlah orang gila pun kini naik, dianggap sepi saja oleh Negara.

Dunia kepengusahaan tidak tumbuh, dalam arti mereka berproduksi produk dan jasa yang masuk ke pasar, tapi mereka juga mencoba ikut serta memprodukkan politik, demi urusan “mengelola” anggaran. Ini awal sengkarut, Iklim investasi tidak kondusif. Hukum tidak pasti.

Kebijakan perbankan mulai BI, yang katanya diindependenkan, dan bank pelaksana tidak menjalankan fungi intermediasi.

Bursa saham yang digadang-gadang untuk merujuk ekonomi makro, terindikasi menggoreng saham tidak berkira, melanggar pakem yang dipatoki, terindikasi hingga saya menulis ini. Media diam untuk kasus pembelian sebuah saham, oleh kelompok tertentu, goreng-menggoreng terus mengelinding tidak berkira.

Mau apa kita? Seakan tiada harap, memang.

Apalagi semua yang bakal duduk kelak di trias politika, saya jamin enggan naik Avanza atau Xenia, apalagi mobil Ceria, yang jika kita sarankan, membuat seorang presiden atau menteri terpilih, akan merasa terhina.

Padahal jika mau jujur hati mereka, naik Avanza atau Ceria sebenarnya cukup, sebagai simbol menunjukkan sense of crisis, oleh pejabat terhadap rakyatnya. Toh semua itu dibeli dengan uang rakyat.

Sebaliknya, yang terjadi mereka semua pesta pora di balik penderitaan rakyatnya. Gampang kok, melihat mereka pesta pora. Lihat saja penggunaan anggaran mereka. Adakah mereka berbuat kepada kita rakyatnya?

Contoh saja di Pemda DKI. PAD saja setahun Rp 20 triliun - - bukan total APBD lho - - ke mana saja digunakan?

Sulit mendapatkan jawaban.

Makanya, jika dulu penjajahan memang dilakukan asing, kini penjajahan itu dilakukan oleh bangsa sendiri, bukan lagi basa-basi.

Lebih celaka, bila mereka yang di trias politika itu melibatkan pula yang namanya kekuatan “swasta” untuk meng-kooptasi keberpihakan kepada rakyat kebanyakan.

Terkulai lunglai rakyat Indonesia , dengan gizi memprihatinkan.

disadur dari "Moorehead LRRP"

Tidak ada komentar: