Senin, 29 Desember 2008

CALEG DENGAN SUARA TERBANYAK?

Mahkamah Konstitusi baru saja memutuskan bahwa penghitungan kuota kursi adalah dengan suara terbanyak dan bukan lagi dengan 30% kuota/kembali no urut. Jadi total adalah suara terbanyak.

Kabar baik bagi para caleg yang merasa memiliki no urut "besar". Namun apakah sesungguhnya yang akan terjadi?

Hemat penulis, yang akan terjadi adalah politik uang yang menjadi jadi. Paling tidak ada 2 alasan mengapa tuduhan politik uang akan mengemuka dengan adanya putusan MK diatas. Ialah karena,
1. Kondisi kultural politik yang ada dalam masyarakat kita.
2. Pendapat yang berkembang tentang teori elite dan massa, bila dilihat pada masyarakat kita.
... (bersambung)

Jumat, 26 Desember 2008

Problem kita bukan ideologi!

Kemarin, Sekitar bulan nopember 2008, di ged setya jaya, ada diksusi kecil menarik dengan anak anak aktifis GMNI, PKS, HMI, HIZBU TAHRIR, dan komunitas pendeta di Bogor.
Temanya "kemiskinan di Indonesia, dan solusi perubahan paradigma pembangunan".

Banyak teman teman diskusi mennyatakan pendapat bahwa masalah pilihan ideologilah yang utama. Bangsa kita terpuruk karena memilih ideologi liberal. Kawan dari GMNI mengatakan bahwa sudah saatnya beralih kepada sosialisme. Sebaliknya rekan rekan HMI-Hisbut Tahrir-PKS mengajukan perspektif baru, bahwa Islamlah yang mengatasi seluruh persoalan. Hal ini membuat gerah aktifis komunitas pendeta di Bogor, dengan sanggahan sanggahan menarik.

Saya sendiri menganggap bahwa permasalahan kita bukanlah ideologi yang akan kita anut. Namun lebih pada masalah masalah teknis. Kita harus segera memiliki sikap mental dalam membedah persoalan secara lebih teknis dan rinci. Adalah tepat bila berbicara masalah apapun. Katakanlah kemiskinan. Maka sebaiknya sepakati dulu masalahnya. Kemudian buatlah MAP or peta masalah. Maka jika sesungguhnya kita mau capek sedikit saja dalam membedah secara rinci dan teknis, akan nampak bahwa sesungguhnya kita ini lalai pada urusan teknis administratif, sehingga penyimpangan sedikit akan berakibat fatal pada level operasional kebijakan dan eksekusi di lapangan.

Contoh bila adanya ketimpangan sosial akibat distirbusi akses ekonomi tidak merata. Sesungguhnya yang terjadi adalah pembiaran atau pengabaian negara pada pelaksanaan UUD 45 pasal 33, pengabaian sejumlah undang undang, penyimpangan berbagai peraturan pemerintah dan seterusnya dan seterusnya. Artinya bukanlah masalah hulu atau bahkan ditarik tarik ke masalah ideologi atau bahkan paradigma. It is a simple things! Bahwa bangsa ini abai atau lalai pada mentalitas yang gandrung pada penuntasan masalah secara rinci dan teknis!

Maka obatnya ialah pada pendidikan mentalitas yang dimaksud diatas pada persoalan publik policy yang bermuara pada penyusunan anggaran, perekrutan birokrasi, aturan main state dengan lembaga legislatif, penguatan civil society terhadap lembaga politik dan seterusnya dan seterusnya.

Bukanlah pada ideologi. Kita sudah punya PANCASILA (next discussion...). Tapi pada perhatian yang serius pada masalah teknis......wallahualam bisawab